CERPEN TENTANG PERCINTAAN

Siang ini mentari menyembunyikan sinarnya di balik awan cumulus. Kejayaannya di gantikan oleh cumulus cumulus tebal di langit. Rinai hujan mengiringi waktu yang berjalan.
Gadis berambut pendek sebahu ini termenung di parkiran motor. Ia menatap sendu pada barisan motor yang lama kelamaan semakin sedikit. Memang, hujan belum berhenti. Tapi, sebagian murid nekat menerobos tirai air itu. Riri masih termenung memeluk dirinya sendiri. Wajahnya harap harap cemas. Berharap masih ada tumpangan untuknya. Dan cemas bila tak ada. Miris.
“ri sedang apa kamu disitu?” tegur temannya rona.
“lagi nuggu tumpangan.” jawab riri singkat.
“kalau begitu aku pulang dulu ya” ucap rona seraya menyetataer motornya.
“rona tunggu!” sergah riri. Rona menoleh pada riri dan menatapnya. Seolah tahu maksud tatapan rona riri menjawab singkat. “boleh aku ikut..”
“maaf aku tidak pulang ke rumah ibuku. Aku pulang ke rumah nenek. Jadi, maaf sekali aku tak bisa” ucap rona dan langsung pergi begitu saja.
Gadis ini lagi lagi termenung. Ia menyesali kejadian di pagi hari tadi. Kenapa juga ia harus mengikuti titah kakaknya, jadi seperti ini kejadiannya. Beberapa orang menatap iba pada riri. Tapi apa daya mereka tak bisa membantu.
Sekolah lambat laun mulai sepi hanya segelintir anak saja yang ada. Itu pun anak musik.
“pulang sama arya saja” celetuk seorang temannya. Riri hanya bisa menggelengkan kepala tanda tidak. Bukan tanpa alasan ia berkata tidak. Jelas ia memiliki beribu alasan, bukan hanya karena arya seorang anak lelaki, tapi juga ia dan arya kurang akur satu sama lain.
“daripada nunggu sampai sore” lanjut anak tadi. Lantas riri melirik arloji yang melingkar manis di pergelangan tangannya, memang waktu menunjukkan pukul 12:30, sedangkan hujan masih mengguyur. Lalu riri menimbang perkataan temannya tadi. Angin seolah berbisik di telinganya bahwa ia harus pulang bersama arya.
Gadis itu pun melangkahkan kaki pada arya yang sedang memarkirkan motor ninjanya. Hati riri ketar ketir ketika matanya melirik laki laki yang ada di hadapannya.
“ar..Ya..” ucap gadis itu penuh penekanan. Arya mendengar tapi ia tak mau mengubris gadis itu. Riri menyebut nama “arya” beberapa kali hingga si pemilik nama itu risih.
“apa?” tanya arya ketus.
“mm.. Arya boleh tidak aku ikut pulang denganmu. Aku tidak bawa motor, tumpangan lain juga tak ada yang searah denganku. Yang ada hanya kamu.” cerocos riri.
“kalau begitu anak musik ada.”
“tapi mereka pulang jam 4 sore. Arya, kumohon.. Kalau aku pulang telat ibuku bisa marah.” ucap riri dan memasang wajah melasnya.
Arya mulai berpikir, ia menaiki motornya dan menyetaternya. Wajah riri kecewa seketika.
“ayo naik!” ucapan yang tak pernah riri sangka. Tanpa ba bi bu be bo riri langsung menaiki motor itu.”
Kedua anak manusia itu menerjang hujan tanpa pelindung apapun. Hanya baju seragam saja yang dikenakan.
Perjalanan hampir sampai. Arya memacu motornya dengan kecepatan tinggi berharap ia dan penumpang tak terlalu basah di siram air hujan itu. Tak ada kata yang terucap dari mulut mereka, hanya deruan angin saja yang mengiringi seperti symphoni yang sejuk.
“ar..Ya” gadis ini memecah keheningan, tapi bukan sekedar hanya memecahkan keheningan, melainkan ia heran karena arya memberhentikan motornya di sebuah danau yang tumbuh pohon akasia.
“apa? Pasti kamu akan nanya kenapa kita ke tempat ini kan?” sergah arya ketus yang sepertinya sudah tahu isi fikiran gadis ini.
“kamu jangan g-r dulu. Aku tidak bermaksud mengajakmu ke tempat ini. Ini adalah rutinitasku sepulang sekolah. Jadi tak boleh ada yang menggangguku.”
Riri hanya menunduk. Tak seperti harapanya, tak seperti pikirannya.
‘ku pikir arya bermaksud mengajakku ke tempat ini. Memang aku bersamamu di tempat ini. Tapi kamu menganggapku hanya ikut, karena aku menumpang denganmu. Riri… kamu harusnya buang rasa sukamu pada arya jauh jauh” batin riri, yang sepertinya sedih karena kata kejam yang keluar dari mulut arya.
Setiap ada dua manusia ini, keheningan selalu terjadi. Hujan masih mengguyur bumi bandung ini. Dua anak ini berdiri tanpa atap memandang kosong pada air danau yang seperti menari bersentuhan dengan tetes hujan.
“arya, tolong jawab jujur!” ucap riri tanpa melepaskan pandangannya pada danau.
“arya, kenapa kamu setiap bertemu denganku selalu dingin. Seolah olah aku ini tak ada di hadapanmu. Tapi.. Kenapa kalau kepada orang lain selain aku kamu tidak begitu. Kenapa arya.. Kenapa?” tanpa menunggu persetujuan dari arya gadis itu melontarkan pertanyaan itu begitu saja. Pertanyaan yang sudah bergolak dari dulu di otakknya.
“karena aku ingin menjauh darimu.” arya mengucapkan kata itu begitu ringan, tapi riri menerima kata itu begitu berat.
“kenapa? Kurasa aku tak punya salah padamu?”
“karena aku ingin melupakan mu!” ucap arya dengan nada yang tinggi. Jelas riri sangat kebingungan karena setahu dia, ia tak pernah membuat kenangan manis dengan lelaki ini.
“aku ingin melupakan mu. Melupakan semua tentangmu. Melupakan wajahmu, senyumu, tawamu, semua tentang dirimu.”
“arya, kamu sudah sangat jauh dariku. Apa kamu belum bisa merasa jauh dariku. Apa kamu belum puas membuat hatiku sakit.” ucap riri dengan suara yang sedikit tercekat karena ingin menangis. Ia menengadahkan wajahnya, berharap bulir bening itu tak jatuh membasahi pipinya.
Arya memandang riri iba “ri.. Aku tak bisa melupakanmu meski aku sudah sangat jauh darimu. Termasuk perasaan ku padamu.” ucap arya dan diiringi senyumnya, senyum yang belum pernah ia berikan pada gadis di sampingnya itu.
“tapi, kenapa tidak kamu katakan dari dulu arya! Aku lebih senang jika kamu mengatakannya dari dulu, meski kita tidak pernah akan bisa jadi pasangan, aku tetap senang arya..!” setelah kata yang di ucapkannya itu, tangis riri pun pecah. Ia tak bisa menahannya. Sudah beribu kali ia merasa sakit hati oleh lelaki yang dicintanya ini. Arya hanya terdiam meratapi kesalahannya pada riri.
“baiklah riri, mungkin aku akan menjelaskan dari awal kenapa aku menjauhimu.”
“waktu kelas 7 lalu waktu dimana aku mulai mengetahui perasaanmu padaku. Tapi aku sudah menyukai anisa meski kami tak terikat satu ikatan tapi aku senang karena aku dekat dengannya. Lalu anisa pindah sekolah ke luar kota, kami pun putus hubungan. Waktu smp dulu, aku tak suka dengan tingkahmu yang selalu mendekatiku. Dan aku pun menjauh darimu, begitu pula kamu, kamu pun semakin jauh dariku. Entah kenapa, lama kelamaan aku mulai merindukanmu. Tapi aku terlalu gengsi untuk mendekatimu dan mengungkapkan perasaanku padamu.” arya mengungkapkan kalimat itu panjang lebar berharap riri mengerti semuanya.
“kenapa harus gengsi?” riri melontarkan pertanyaan itu, seolah ia belum puas atas penjelasasn arya.
“karena aku tak mau dibilang sok jual mahal.”
Wussshh.. Angin menabrak lembut kulit kedua insan ini. Mereka hanya diam memandangi air danau berharap menemukan kata yang sesuai di ucapkan di saat saat seperti ini.
“ri, maaafkan aku. Aku selalu menyakiti hatimu, aku selalu mencintaimu di saat aku bersama orang lain.” riri tak mengerti maksud ucapan arya. Dia hanya terdiam memandangi arya penuh tanya.
“ri, maaf tak seharusnya aku mengucapkan ini padamu. Tapi sepertinya kau juga harus tahu. Riri.. Sekarang aku dan anisa adalah sepasang kekasih.” plakk seperti ada tangan api yang membakar hati riri.
“kenapa bisa begitu? Kapan kalian pacaran? Apa kalian long distance?” tanya riri bertubi tubi mencoba mengintograsi arya
“3 bulan lalu. Kami long distance. Aku hanya ingin menjadi arya yang dulu. Tanpa kamu di hatiku. Tapi itu sulit.” begitulah arya, dia selalu ceplas ceplos jika berkata tanpa memperdulikan orang yang mendengarkan perkataannya. Lagi! Riri merasa kecewa terhadap arya, dia fikir arya akan memberikan sedikit harapan untuk nya ternyata tidak.
“mungkin inilah akibat kamu mencintaiku tapi gengsi arya. Membuatku sakit hati”
Rinai hujan, air mata riri, dan semua pilu bergejolak menjadi satu di hari itu. Sesungguhnya ia tak terima dengan apa yang telah terjadi padanya. Tapi apa daya semua ini titis tulis tuhan yang telah diberikan pada nya. Arya hanya memandang gadis di sampingnya yang kini tengah menangis. Seperti ada magnet arya merangkul riri membiarkan gadis ini menangis di bahunya.
“menangislah ri, keluarkan semua kepedihanmu. Anggaplah pelukanku tanda maaf untukmu. Mungkin kau benar inilah akibat cinta tapi gengsi”

Cerpen Karangan: Arah Mata

Komentar

Postingan Populer