UUD Perindustrian
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dirnaksud dengan :
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala
kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian
utama kegiatan industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut
kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu
kelompok industri yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu
cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat
akhir dalam proses produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan
kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha
yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang
didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk
dimanfaatkan lebih lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah
yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi
dalam industri.
10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah
atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri
yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
11. Barang jadi adalah barang hasil industri
yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat
produksi.
12. Teknologi industri adalah cara pada
proses pengolahan yang diterapkan dalam industri.
13. Teknologi yang tepat guna adalah
teknologi yang tepat dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai
tambah.
14. Rancang bangun industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara
keseluruhan atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan
industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan
pabrik dan peralatan industri lainnya.
16. Standar industri adalah
ketentuan-ketentuan terhadap hasil produksi industri yang di satu segi
menyangkut bentuk, ukuran, komposisi, mutu, dan lain-lain serta di segi lain
menyangkut cara mengolah, cara menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standardisasi industri adalah
penyeragaman dan penerapan dari standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan
dan pengaturan dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi,
kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian
lingkungan hidup.
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk :
1. meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber
daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat,
dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan
lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah
bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan
serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan
kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat
dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara
aktif dalam pembangunan industri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. meningkatkan penerimaan devisa melalui
peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan
devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna
mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan
industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan
Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas
nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1) Cabang industri yang penting dan
strategis bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha
industri yang masuk dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda seni, yang
dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis
industri yang khusus dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan
oleh masyarakat pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk
penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN,
DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang
lebih baik, secara sehat dan berhasil guna;
2. mengembangkan persaingan yang baik dan
sehat serta mencegah persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri
oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk
memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri dilakukan
dengan memperhatikan :
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan
industri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan
proses industri dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan berkembang
atas kemampuan dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi
pertumbuhan industri dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara
perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri
dalam negeri terhadap kegiatankegiatan industri dan perdagangan luar negeri
yang bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan
perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan
dan kelestarian sumber daya alam.
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi:
1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha
industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi
pertumbuhan produksi nasional;
2. keterkaitan antara bidang usaha
industri dengan sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan
nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi
nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa,
peran serta, dan swadaya masyarakat.
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling
menguntungkan, dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri dan
jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan
kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
(1) Setiap pendirian perusahaan industri baru
maupun setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian Izin Usaha Industri terkait
dengan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri.
(3) Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri
dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(4) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang
diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib
menyampaikan informal industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil
produksinya kepada Pemerintah.
(2) Kewajiban untuk menyampaikan informal
industri dapat dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok
industri kecil.
(3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata
cara penyampaian informal industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang
diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib
melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta
hasil produksinya termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah mengadakan pembinaan berupa
bimbingan dan penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan
dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri tennasuk
pengangkutannya.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan
pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil
produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan
pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
TEKNOLOGI
INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI,
RANCANG
BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI,
DAN
STANDARDISASI
Pasal
16
(1) Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan
bidang usaha industri, perusahaan industri menggunakan dan menciptakan
teknologi industri yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia
dan telah dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila perangkat teknologi industri yang
diperlukan tidak tersedia atau tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah
membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri yang
diperlukan dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
(3) Pemilihan dan pengalihan teknologi
industri dari luar negeri yang bersifat strategis dan diperlukan bagi
pengembangan industri di dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum yang
ketentuan-ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang
bangun dan perekayasaan industri.
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan
barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta
untuk mencapai daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah
pusat pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan
tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
INDUSTRI
DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER
DAYA
ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal
21
(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan
upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya
kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri
yang dilakukannya.
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan
pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan
kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
kegiatan industri.
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam
kelompok industri kecil.
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai
bidang usaha industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan
bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta
rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
(2) Barang siapa karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan
hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan peniruan
desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah).
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut Izin
Usaha Industrinya.
Pasal 27
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kelalaiannya
melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana kuruangan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 28
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan
penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini,
Bedrijfsreglementerings-ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan
tidak berlaku lagi bagi industri.
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29
Juni 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
SOEHARTO
Diundangkan di
Jakarta
pada tanggal 29
Juni 1984
MENTERI/SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
ttd.
SUDHARMONO, S.H.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG‑UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
UMUM
Garis‑Garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa sasaran
utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi
bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai
dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara
pertanian dan industri serta perubahan‑perubahan fundamental dalam struktur
ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian
akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung
ekonomi.
Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus
menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan
rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak
pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan
sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin,
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang
di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang
sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan
saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga
mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi
pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan
rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga
mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil‑hasil
industri itu sendiri.
Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan perangkat
hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan dalam arti yang seluas‑luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri.
Dalam rangka kebutuhan inilah Undang‑Undang tentang
Perindustrian ini disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama
apabila dikaitkan dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa peraturan‑peraturan
yang digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri selama ini
dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya mengatur beberapa segi
tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan industri, dan itupun seringkali tidak
berkaitan satu dengan yang lain.
Apabila Undang‑Undang ini dimaksudkan untuk memberikan
landasan hukum yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
dalam arti yang seluas‑luasnya, tidaklah hal ini perlu diartikan bahwa Undang‑
Undang ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan yang bersifat mutlak
atas setiap cabang industri oleh Negara.
Undang‑Undang Dasar 1945 dan Garis‑Garis Besar Haluan
Negara telah secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam kegiatan ekonomi,
termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya "etatisme" dan sistem
"free fight liberalism".
Sebaliknya melalui Undang‑Undang ini upaya pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri diberi arah kemana dan bagaimana
pembangunan industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara aktif.
Dalam hal ini, Undang‑Undang ini secara tegas menyatakan
bahwa pembangunan industri ini harus dilandaskan pada demokrasi ekonomi.
Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada
hakekatnya terbuka untuk diusahakan masyarakat.
Bahwa Undang‑Undang ini menentukan cabang‑cabang
industri yang penting dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah satu sendi
daripada demokrasi ekonomi itu sendiri.
Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk
dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan ketrampilan
tradisional dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan hanya oleh Warga
Negara Republik Indonesia.
Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha
industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri
yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat
tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat
seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar
dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
Dengan upaya‑upaya dan dengan terciptanya iklim usaha
sebagai di atas, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan
kekuatan sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh dengan kuat pula.
Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap diperhatikan bahwa bagaimanapun
besarnya keinginan yang dikandung dalam usaha untuk membangun industri ini,
tetapi Undang‑Undang inipun juga memerintahkan terwujudnya keselarasan dan
keseimbangan antara usaha pembangunan itu sendiri dengan lingkungan hidup
manusia dan masyarakat Indonesia.
Kemakmuran, betapapun bukanlah satu‑satunya tujuan yang
ingin dicapai pembangunan industri ini.
Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan pembangunan
tersebut, tidak terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan
untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik
Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan jangka panjang yaitu
pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Undang‑Undang
ini juga menegaskan bahwa upaya dan kegiatan apapun yang dilakukan dalam rangka
pembangunan industri ini, tetap harus memperhatikan penggunaan sumber daya alam
secara tidak boros agar tidak merusak tata lingkungan hidup.
Dengan demikian maka masyarakat industri yang dibangun
harus tetap menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang berkepribadian,
maju, sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup
jelas.
Angka 2
Cukup
jelas.
Angka 3
Cukup
jelas.
Angka 4
Cukup
jelas.
Angka 5
Cukup
jelas.
Angka 6
Cukup
jelas.
Angka 7
Cukup
jelas.
Angka 8
Cukup
jelas
Angka 9
Cukup
jelas.
Angka
10
Cukup
jelas.
Angka
11
Cukup
jelas.
Angka
12
Cukup
jelas.
Angka
13
Cukup
jelas.
Angka
14
Cukup
jelas.
Angka
15
Cukup
jelas.
Angka
16
Cukup
jelas.
Angka
17
Cukup
jelas.
Angka
18
Cukup
jelas.
Pasal 2
Seperti telah diutarakan dalam
penjelasan umum, pembangunan industri dilandaskan pada :
a. demokrasi
ekonomi, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dilakukan dengan sebesar
mungkin mengikutsertakan dan meningkatkan peran serta aktif masyarakat secara
merata, baik dalam bentuk usaha swasta maupun koperasi serta dengan
menghindarkan sistem "free fight liberalism", sistem
"etatisme", dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat;
b. kepercayaan
pada diri sendiri, yaitu bahwa segala usaha dan kegiatan dalam pembangunan
industri harus berlandaskan dan sekaligus mampu membangkitkan kepercayaan akan
kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;
c. manfaat,
yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri dan hasil‑hasilnya harus dapat
dimanfaatkan sebesar-besarya bagi kemanusiaan dan peningkatan kesejahteraan
rakyat;
d. kelestarian
lingkungan hidup, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan industri tetap harus
dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian dari lingkungan
hidup dan sumber daya alam;
e. pembangunan
bangsa harus berwatak demokrasi ekonomi serta memberi wujud yang makin nyata
terhadap demokrasi ekonomi itu sendiri.
Pasal 3
Cukup
jelas.
Pasal 4
Ayat
(1)
Cabang‑cabang industri
tertentu mengemban peranan yang sangat penting dan strategis bagi negara, dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak antara lain karena :
a. memenuhi kebutuhan yang sangat pokok
bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak;
b. mengolah suatu bahan mentah strategis
c. dan/atau berkaitan langsung dengan
kepentingan pertahanan serta keamanan negara.
Yang dimaksud dengan
dikuasai oleh negara tidaklah selalu berarti bahwa cabang‑cabang industri
dimaksud harus dimiliki oleh negara, melainkan Pemerintah mempunyai kewenangan
untuk mengatur produksi dari cabang-cabang industri dimaksud dalam rangka
memelihara kemantapan stabilitas ekonomi nasional serta ketahanan nasional.
Sehubungan dengan
pertimbangan‑pertimbangan di atas, maka cabang‑cabang industri tersebut dapat
ditetapkan untuk dimiliki ataupun dikuasai oleh Negara.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 5
Ayat
(1)
Kelompok industri kecil,
termasuk yang menggunakan proses modern, yang menggunakan ketrampilan
tradisional, dan yang menghasilkan benda‑benda seni seperti industri kerajinan,
yang kesemuanya tersebar di seluruh wilayah Indonesia, pada umumnya diusahakan
oleh rakyat Indonesia dari golongan ekonomi lemah. Oleh sebab itu industri ini
dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik Indonesia.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan
untuk membuka lapangan bagi investasi baru atau perluasan bidang usaha industri
yang telah ada, baik bagi penanaman modal dalam negeri maupun modal asing
dengan pertimbangan bahwa produksi yang dihasilkannya sangat diperlukan.
Pasal 7
Melalui pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan, Pemerintah mencegah penanaman modal yang boros serta timbulnya
persaingan yang tidak jujur dan curang dalam kegiatan bidang usaha industri,
dan sebaliknya mengembangkan iklim persaingan yang baik dan sehat. Melalui
pengaturan, pembinaan dan pengembangan, Pemerintah mencegah pemusatan dan
penguasaan industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli
yang merugikan masyarakat.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan bidang usaha industri dalam Pasal ini adalah upaya
yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan dalam arti yang seluas‑
luasnya terhadap kegiatan industri. Tugas dan tanggung jawab untuk menciptakan
iklim dan suasana yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan bidang
usaha industri ini, pada dasarnya berada pada Pemerintah.
Oleh karenanya, adalah wajar
bilamana upaya pembinaan dan pengembangan, dilakukan oleh Pemerintah melalui
kegiatan pengaturan yang kewenangannya berada di tangan Pemerintah pula.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan
pengaturan, pembinaan dan pengembangan bidang usaha industri yang dilakukan
oleh Pemerintah dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang ini,
dilakukan secara seimbang, terpadu dan terarah untuk memperkokoh struktur
industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Angka 1
Untuk mewujudkan
perubahan struktur perekonomian secara fundamental, perlu dikerahkan dan
dimanfaatkan seoptimal mungkin seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia
yang tersedia.
Bersamaan dengan itu,
tujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui industri
ini menuntut pula dilaksanakan nya penyebaran dan pemerataan pembangunan dan
pengembangan industri di seluruh Indonesia sesuai dengan ciri dan sumber daya
alam dan manusia yang terdapat di masing‑masing daerah.
Demikian pula perlu
ditingkatkan pembangunan daerah dan pedesaan yang disertai dengan pembinaan dan
pengembangan serta peran serta dan kemampuan penduduk. Penerapan teknologi yang
tepat guna, baik yang merupakan hasil pengembangan di dalam negeri maupun yang
merupakan hasil‑pengalihan dari luar negeri, merupakan usaha agar dengan sumber
daya manusia yang tersedia dapat diperoleh manfaat yang sebesar‑besarnya dari
sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia untuk kemakmuran seluruh
rakyat.
Angka 2
Untuk terciptanya iklim
yang menguntungkan dan perkembangan industri secara sehat, serasi, dan mantap,
Pemerintah melakukan pengaturan, dan pembinaan secara menyeluruh dan terarah
untuk mencegah persaingan yang tidak jujur antara perusahaan‑perusahaan yang
melakukan kegiatan industri; agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan
industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat.
Dalam rangkaian kegiatan
ini, diperlukan berbagai sarana penunjang dan kebijaksanaan seperti :
‑ informasi industri yang lengkap dan berlanjut;
‑ kebijaksanaan perizinan yang diarahkan untuk mengembangkan
kegiatan industri;
‑ kebijaksanaan perlindungan industri melalui pembinaan
serta pengutamaan produksi dalam negeri;
‑ kebijaksanaan yang merangsang ekspor hasil industri;
‑ kebijaksanaan perbankan dan pasar modal yang mendukung
perkembangan industri.
Angka 3
Industri dalam negeri
diarahkan untuk secepatnya mampu membina dirinya agar memiliki daya guna kerja
serta produktivitas yang tinggi, sehingga hasil produksinya mampu bersaing
dengan barang‑ barang impor di pasaran dalam negeri, dan di pasaran
internasional.
Untuk itu, dalam tahap
pertumbuhannya Pemerintah dalam batas‑batas yang wajar dapat memberikan
perlindungan kepada industri dalam negeri.
Di lain pihak,
perlindungan yang diberikan itu harus tetap menjamin agar konsumen dalam negeri
juga tidak dirugikan.
Angka 4
Dalam pelaksanaan
pembangunan, sumber‑sumber alam harus digunakan secara rasional. Penggalian
sumber daya alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan
hidup, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Pasal 10
Dalam rangka usaha memperbesar nilai
tambah sebanyak-banyaknya, maka pembangunan industri harus dilaksanakan dengan
mengembangkan keterkaitan yang berantai ke segala jurusan secara seluas‑luasnya
yang saling menguntungkan:
a. keterkaitan antara kelompok industri
hulu/dasar, kelompok industri hilir dan kelompok industri kecil;
b. keterkaitan antara industri besar,
menengah, dan kecil dalam ukuran besarnya investasi;
c. keterkaitan
antara berbagai cabang dan/atau jenis industri;
d. keterkaitan
antara industri dengan sektor‑sektor ekonomi lainnya.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan pembinaan
perusahaan industri dalam Pasal ini adalah pembinaan kerja sama antara industri
kecil, industri menengah dan industri besar yang perlu dikembangkan sebagai
sistem kerja sama dan keterkaitan seperti pengsubkontrakan pada umumnya, sistem
bapak angkat, dan sebagainya.
Dengan pengembangan sistem ini maka
kerja sama di antara perusahaan industri besar, menengah, dan kecil dapat
berlangsung dalam iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti bersifat
saling membutuhkan dan saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Dalam melakukan pembinaan kerja sama
antara perusahaan industri Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar
Dagang dan Industri Indonesia, serta asosiasi/federasi perusahaan‑perusahaan
industri sebagai wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha industri.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan kemudahan
dan/atau perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah untuk mendorong
pengembangan cabang industri dan jenis industri adalah antara lain dalam bidang
perpajakan, permodalan dan perbankan, bea masuk dan cukai, sertifikat ekspor
dan lain sebagainya.
Pasal 13
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Pengecualian untuk
mempunyai Izin Usaha Industri ini ditujukan terhadap jenis industri tertentu
dalam kelompok industri kecil yang karena sifat usahanya serta investasinya
kecil lebih merupakan mata pencaharian dari golongan masyarakat berpenghasilan
rendah seperti usaha industri rumah tangga dan industri kerajinan.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal 14
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan
informasi industri dalam Pasal ini adalah data statistik perusahaan industri
yang nyata, benar dan lengkap yang diperlukan bagi dasar pengaturan, pembinaan
dan pengembangan bidang usaha industri seperti yang dimaksud dalam Pasal 8.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 15
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Dalam rangka pembinaan
berupa bimbingan dan penyuluhan, Pemerintah memberikan petunjuk‑petunjuk
pelaksanaan mengenai upaya menjamin keamanan dan keselamatan terhadap
penggunaan alat, bahan baku serta hasil produksi industri termasuk
pengangkutannya, dengan memperhatikan pula keselamatan kerja. Adapun yang
dimaksud dengan pengangkutan adalah pengangkutan bahan baku dan hasil produksi
industri yang berbahaya.
Selain itu perlu diawasi
pula langkah‑langkah pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber daya
alam.
Ayat
(3)
Pengawasan dan
pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses dan hasil
produksi industri adalah untuk menjamin keamanan, dan keselamatan dalam
pelaksanaan tugas teknis operasional.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal 16
Ayat
(1)
Sesuai dengan
pengelompokan industri, masing‑masing kelompok industri hulu atau juga disebut
kelompok industri dasar, kelompok industri hilir atau umum juga menyebut aneka
industri, dan kelompok industri kecil, serta dengan memperhatikan misinya,
yakni untuk pertumbuhan ataupun pemerataan, maka penerapan teknologi yang tepat
guna dapat berwujud teknologi maju, teknologi madya atau teknologi sederhana.
Pengarahan untuk
menggunakan teknologi yang tepat guna dengan sejauh mungkin menggunakan bahan‑bahan
dalam negeri adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara keseimbangan
antara peningkatan produksi dan kesempatan kerja, serta pemerataan pendapatan.
Ayat
(2)
Yang dimaksud dengan
Pemerintah membantu pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri
adalah pemberian data informasi teknologi industri yang menyangkut sumber/asal
teknologi, proses, lisensi, patent, royalti termasuk jasa dalam menyusun
pejanjian, dan lain sebagainya.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal 17
Yang dimaksud dengan desain produk
industri adalah hasil rancangan suatu barang jadi untuk diproduksi oleh suatu
perusahaan industri. Yang dimaksud dengan perlindungan hukum, adalah suatu
larangan bagi pihak lain untuk dengan tanpa hak melakukan peniruan desain
produk industri yang telah dicipta serta telah terdaftar.
Maksud dari Pasal ini adalah untuk
memberikan rangsangan bagi terciptanya desain‑desain baru.
Pasal 18
Pasal ini dimaksud agar bagi bangsa
Indonesia terbuka kesempatan seluas‑luasnya untuk memiliki keahlian dan
pengalaman menguasai teknologi dalam perencanaan pendirian industri serta
perancangan dan pembuatan mesin pabrik dan peralatan industri.
Termasuk dalam pengertian
perekayasaan industri adalah konsultasi dibidang perekayasaan, perekayasaan
konstruksi, perekayasaan peralatan dan mesin industri.
Pasal 19
Penetapan standar industri
bertujuan, untuk menjamin serta meningkatkan mutu hasil industri, untuk
normalisasi penggunaan bahan baku dan barang, serta untuk rasionalisasi
optimalisasi produksi dan cara kerja demi tercapainya daya guna sebesar‑besarnya.
Dalam penyusunan standar industri
tersebut di atas diikutsertakan pihak swasta, Kamar Dagang dan Industri
Indonesia, Asosiasi, Balai‑balai Penelitian, Lembaga-lembaga Ilmiah, Lembaga Konsumen
dan pihak‑pihak lain yang berkepentingan dengan proses dalam standardisasi
industri.
Selain untuk kepentingan industri,
standardisasi industri juga perlu untuk melindungi konsumen.
Pasal 20
Ayat
(1)
Pembangunan industri
dasar dengan skala besar yang dilakukan untuk mengolah langsung sumber daya
alam termasuk sumber energi yang terdapat di suatu daerah, perlu dimanfaatkan
untuk mendorong pembangunan cabang-cabang dan jenis‑jenis industri yang saling
mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi kawasan‑kawasan
industri.
Rangkaian kegiatan
pembangunan industri tersebut di atas pada gilirannya akan memacu kegiatan
pembangunan sektor‑sektor ekonomi lainnya beserta prasarananya antara lain yang
penting adalah terminal‑terminal pelayanan jasa, daerah pemukiman baru dan
daerah pertanian baru.
Wilayah yang
dikembangkan dengan berpangkal tolak pada pembangunan industri dalam rangkaian
seperti tersebut di atas, yang dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka
mewujudkan kesatuan ekonomi nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan
Industri.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 21
Ayat
(1)
Perusahaan industri yang
didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan kelestarian
sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya serta pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan
proses industri yang dilakukan.
Dampak negatif dapat
berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan
masyarakat disekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah, air, dan
udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam hal ini,
Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk menanggulanginya.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Penyelenggaraan pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan terhadap industri perlu dilakukan dalam batas‑batas
kewenangan yang jelas sehingga pelaksanaannya dapat benar-benar berlangsung
seimbang dan terpadu dalam kaitannya dengan sektor‑sektor ekonomi lainnya.
Sehubungan dengan itu, masalah
penyerahan kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha
industri tertentu kepada instansi tertentu dalam lingkungan Pemerintah, perlu
diatur lebih lanjut secara jelas.
Hal ini penting untuk menghindarkan
duplikasi kewenangan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha
industri di antara instansi‑instansi Pemerintah, dan terutama dalam upaya untuk
mendapatkan hasil guna yang sebesar‑besarnya dalam pembangunan industri.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan penyerahan
urusan mengenai bidang usaha industri tertentu dan penarikannya kembali dalam
Pasal ini adalah terutama mengenai perizinan yang dilakukan sesuai dengan asas
desentralisasi dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis
dan bertanggung jawab.
Pasal 24
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 25
Cukup
jelas.
Pasal 26
Cukup
jelas.
Pasal 27
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 28
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal 29
Cukup
jelas.
Pasal 30
Cukup
jelas.
Pasal 31
Cukup
jelas.
Pasal 32
Cukup
jelas.
‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑
CATATAN
Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN
NEGARA TAHUN 1984 YANG TELAH DICETAK ULANG
Sumber: LN 1984/22;
TLN NO. 3274
Komentar
Posting Komentar